Mati lampu
Sejak kemarin malam hingga sore ini, pemadaman masih
terjadi. Walaupun ada pemberitahuan sebelumnya, genset kantor yang rusak dan
sedang diperbaiki, menjadi penyebab aku dan Adi duduk menikmati langit sore dan
gemerisik angin sambil menunggu jam pulang kantor.
Adi : "Sering banget ya pemadaman di kota ini,
pantesan gak terlalu produktif "
Saya : "Aduh...kalo mau dijawab, entar kita
ngebahasnya panjang nih Bang..."
Adi : "Wah...saya tahu, kamu pasti mau ngomongin
keadilan pembangunan dan kebijakan pembangunan infrastruktur antara pulau jawa
dan pulau lainnya"
Saya : "Nah kan... Nampaknya Abang udah mau nyetir
saya ke arah sana nih...."
Kami tertawa bersama.
Kami berdua, sama-sama perantau dari pulau Jawa. Lahir
dan besar di Pulau Jawa, sehingga saat kami ditempatkan di luar pulau Jawa,
kami hanya bisa berusaha sekuat kami dengan sering menghela nafas atas
perbedaan fasilitas yang ada.
Bang Joni datang mendekati kami, masih asik menikmati
rokok di jemarinya sambil bernyanyi 'Bang Toyib'.
Adi : "Kangen
istri kau Jon"
Joni : "Hh... Seenak-enaknya tanah orang, paling
enak rumah sendiri Lay"
Adi : "Ha3, jadi gak pa-pa ya, rejeki gak seberapa
asal ngumpul sama istri"
Joni : "Iyalah Lay"
Saya : "Ya.... asal jangan istri ngambek aja ngeliat
gaji..."
Joni dan Adi : "Ha3"
Joni mulai menyalakan batang rokok barunya.
Adi: "Kau ini, masih kuat kali rokokmu, Lay. Apalah
artinya kemarin kau publish ke-haram-an merokok di blog-mu"
Joni : "Ha3. Itu kan pembelajaran buat orang-orang
lain"
Adi : "Halah...kau ini Lay. Contoh Cumi sat
u ini,
berhenti dia merokok saat ada fatwa haram"
Saya : "Ha3. Bukan Bang, saya berhenti karena
bronkitis saya kumat"
Joni tertawa tergelak.
Adi : "Halah...kau ini... Kalau baru mau mati saja,
kau baru insaf"
Joni : "Tuh...bagusan saya lah Lay, konsisten"
Adi : "Halah...kau ini juga Lay. Tak perlu lah aku
kotbah"
Joni : "Tak perlu lah Bang, aku sudah tahu pun aku
tahu resikonya, tapi ini pilihanku Bang"
Kami bertiga terdiam saat angin angin mulai ditemani oleh
rintik hujan. Kota ini memang dikelilingi oleh pantai, sehingga langit biru
sering sekali ditemani dengan rintik hujan serta hembusan angin pantai.
Joni : "Aih...bikin makin aku kangen 'ma
istriku"
Adi : "Kangen kau, ambigu, Lay"
Saya : "Kau ini, sore-sore kangen, habis sabun kau
nanti malam"
Joni : "Ah...kau masih singgle Mi, jadi kau tak
mengerti ke-kangen-an aku dan Adi"
Adi : "Hati-hati Lay, singgle bisa aja status dia di
sini, tak tahu pula kita dia di Pulau Jawa"
Joni : "Jangankan di Pulau Jawa, Lay, di kost-an dia
aja, tak tahu kita"
Adi : "Nah iya Lay, waktu aku antar dia pulang. Dia
langsung 'disambut' sama orang-orang di kost itu"
Saya : "Haih... Ada juga saya di bully Bang"
Joni : "Masih di bully?
Se-tua kau ini?"
Joni tertawa.
Adi : "Biasanya kalau di bully, berarti dia suka kau Mi"
Saya : "Halah, ajaran sesat itu Bang. Jika dia mem-bully saya, berarti dia tidak
menghormati saya"
Joni : "Macam gila hormat-lah itu Mi"
Saya : "Bukan gitu Bang. Apapun kondisinya menurut
saya, menyakiti perasaan seseorang, baik yang itu kita cintai, berarti tidak
menghormati orang itu Bang. Sama aja Bang kasusnya sama ngajarin cewek, kalo
ada cowok yang nyakitin kamu, berarti dia suka sama kamu. Nah...masochist
dah"
Adi : "Iya...bolehlah, tapi cewek di kost-an kau
itu, kelihatan kali mencari perhatian kau"
Joni : "Masih kecil Mi, pemikiran belum matang, dan
mungkin dia juga diajarin seperti yang tadi kau bilang, entah sama keluarganya
atau temannya"
Langit mulai menampakkan semburat senja, mengingatkan
kami akan waktu pulang kantor.
Joni : "Pulang...pulang...Lay"
Adi : "Ngapain kau pulang buru-buru Lay, kost-an
juga gak ada orang"
Joni : "Anginnya enak Lay, tapi bikin aku masuk angin Lay"